Semboyan35 Indonesian Railfans

Full Version: Siasat Cara Mengatasi Arus Mudik dan Balik
You're currently viewing a stripped down version of our content. View the full version with proper formatting.
Sedikit menyambung dari thread aku yang amburadul bbrp minggu lalu karena menjadi pembahasan hangat yang serius banget. Tapi kali ini aku enggak mau sangkut - pautin lagi sama thread yang satu itu. Cuma mau tanya, menurut teman2 kira2 gimana sih cara mengatasi arus mudik dan balik yang paling ideal? Agar tentunya enggak terjadi penumpukkan penumpang sampai terjepit, susah berdiri, nafaspun sulit dan masih banyak persoalan lainnya terutama di toilet yang jorok dan bau apek.

Kalau caranya melalui pendataan (1x lagi ini gak bermaksud dijatahin yah...) dari Rt / Rw se-Jabodetabek (berlaku yg bermukin di Bandung, Surabaya dan lain2nya) kita masing2 warga pendatang dari mana. Lain halnya kalau mengaku semisal asli Jakarta tapi kebetulan mau pulang mudik ke sanak keluarga. Semisal aku mau pulang mudik ke Keetosono. Rt / Rw coba mendata mana aja warganya yg mau pulang ke Keetosono dan yg seperjalanan ke Kertosono juga. Di data oleh pihak stasiun Gambir dan Ps. Senen, ternyata aku dapetnya semisal di stasiun Ps. Senen naik KA Bangunkarta.

Begitu diumumin dapet karcisnya Bangunkarta dg resiko harganya Rp sekian,00. Mau enggak akunya. Semisal aku menolaknya krn kemahalan. Eh... dapet jatah K3 Ekonomi Gayabaru Malam Lebaran yang berarti Gayabaru Malam Selatan katakanlah unit ke2. Dg asumsi gak ada yg berdiri sampe membeludak melainkan cuma ada yg di bordes dijatahin sekian org, di koridor sekian org dan tiada yg di toilet.

Semisal Se-Jabodetabek stl didata yg pulang ke Kertosono ada 20juta orang, ke Solo sekian, ke Surabaya sekian, ke Kutoarjo sekian, dll. PT. KA menjatahi sekian org utk K1, sekian org utk K2 dan sekian org utk K3. Sisanya yg gak kebagian jatah krn full meski itu udah K1 Lebaran, K2 Lebaran dan K3 Lebaran di tiap H- dan H+ yg ada, pilihan alternatif pesawat pun dipilih. Semisal aku gak kebagian KA yah udah naik pesawat A krn rute ke Kertosono mau gak mau mendarat semisal di bandara Juanda, Surabaya atau pun di Malang.

Gimana menurut teman2? Brilliant atau malahan percuma yah? Jadi, idenya harus gimana lagi donk yah?
Brilliant Kang Dana idenya... Top Banget

Hanya saja, apakah mungkin dengan sistem administrasi kependudukan kita yang masih carut marut ini bisa mengakomodir itu semua, apalagi melibatkan stasiun untuk menentukan jatah dan penggunaan kereta. Sepertinya masih sangat berat untuk saat2 ini.

Harus kita ingat pula, bahwa :
1. Kejadian arus mudik dan balik itu merupakan kasus situasional yang tidak terjadi setiap saat. Bahkan terkadang di hari2 biasa beberapa rute perjalanan kereta api begitu kurang diminati, sehingga kereta yang melayaninya kosong melompong.
2. Kota asal dan tujuan pemudik sebenarnya sudah terpetakan, begitu pula jumlah pemudiknya atau pengguna jasa kereta api yang tercatat tiap tahunnya.

Jadi yang sebenarnya perlu disiasati adalah justru sistem operasional kereta api itu sendiri. Maksudnya begini, pernah denger ga cerita ada pesawat yang terbang dengan kondisi penumpang yang berjubelan saat mudik..? Belum pernah kan? Makanya, apakah mungkin sistem pelayanan tiketing, sistem pelayanan bandara, sistem keamanan perjalanan dan lain2 dapat diterapkan pada Kereta Api..? Kalo hal tersebut bisa dilakukan, pasti ga ada yang berdesakan ria dalam sejarah mudik dengan kereta api. Selain itu, kultur warga pengguna kereta api juga harus disiasati, bagaimana caranya agar jika mereka tidak kebagian tiket maka mereka tidak memaksa naik kereta api.

Di luar itu (menyangkut point 2 di atas), pemerintah (kementerian perhubungan) harus ikut sigap memenuhi kebutuhan rakyatnya yang banyak menjadi 'kaum urban' yang kian hari juga kian banyak. Siasatnya saya rasa merupakan 'pemikiran klasik', bahwa pertumbuhan penduduk seiring dengan penambahan pengguna jasa kereta api, yang pastinya juga harus diakomodir dengan penambahan jumlah kereta yang seiring dengan peningkatan jumlah ruas perlintasan, baik dengan 'double track' atau mungkin dengan 'flying railways' di atas jalur yang sudah ada. Menurut peta pengguna kereta api, minimalnya kota2 dengan tujuan pemudik harus sudah di 'double track' sehingga dapat ditambah lagi jumlah keretanya atau frekuensi pemberangkatannya.

KRL Jakarta-Bogor atau Jakarta-Bekasi hingga saat masih saja penuh sesak, padahal kalo kita liat sejarahnya, jalur tersebut sudah di'upgrade' beberapa kali dengan beberapa metode pula. Sejarah jalur tersebut dimulai dari penggunaan loko uap dengan 2 gerbong penumpang, dengan pemberangkatan 2 kali sehari, kemudian meningkat menjadi 4 gerbong penumpang, meningkat lagi dengan penambahan jumlah keberangkatan, meningkat lagi penggunaan loko diesel, meningkat lagi dengan penambahan jalur menjadi 'double track' secara bertahap, meningkat lagi dengan penggunaan elektrifikasi, hingga sekarang kita lihat betapa berapa banyaknya KRL yang lalu lalang setiap harinya. Artinya adalah KRL yang bisa dianalogikan sebagai miniatur perkembangan perkeretaapian di Indonesia mungkin dapat diikuti jejaknya, dimana pada titik tertingginya yaitu saat ini, jalur tersebut sudah di'upgrade' sedemikian rupa.

Jadi, mungkin saja suatu saat nanti, dari Jakarta hingga Surabaya menggunakan KRL dimana waktu pemberhentian di tiap stasiunnya singkat, dan... mungkin akan tetap berjubel... hihihi....
Gimana bro Dana..? Mungkin ada yang lain...? Silahkan...

Xie Xie
Kalau utk rute mudik yang sudah dipetakan harus dibuat rel ganda sudah pasti petak pantura Jakarta - Surabaya dan Jakarta - Surabaya via selatan harus digandakan semua donk... Soalnya sepanjang kedua rute itu plg diminati pengguna KA. Lain halnya dg Surabaya - Banyuwangi dan Merak - Jakarta. Apalagi Jakarta - Bogor - Bandung sekalipun terowongan Lampegan bisa dilewatin meski itu sejenis CC 201 sekalipun.

Trus, kalau membedakan kenapa penerbangan bisa banyak perusahaannya dengan rute yang sama bahkan 1 hari bisa >10x perjalanan jika diperlukan itu karena langit itu luas. Kalau semisal Jakarta - Surabaya aja sulit mengudara di atas laut Jawa sudah pasti bisa mengudara di atas samudera Hindia. Banyak alternatif pula. Pantangannya hanya 1, yaitu cuaca ekstrem macem tornado. Begitupun kendaraan berban 2 - 4 dst yg biasa berlaju di aspal jalanan. Kalau KA cuma 1 rel dan gak bisa disusul kalau enggak sesuai Gapeka-nya. Meskipun jumlah armada semisal K1-nya 3x lipat dr yg ada skr (punyanya semua Daops) sekalipun, pasti Gapeka-nya akan kacau. Sebab kalau dipaksakan sesama K1 pun bisa saling susul - menyusul.

Tapi kelebihannya kalau KA yg ada skr dg ditarik lok CC 201, CC 203 dan CC 204 yang mampu menarik sekitar 12 kereta penumpang (1 kereta K1 terdiri 52 seat, kalau 12 kereta K1 jadi 12 . 52 = 624 penumpang) sama juga tampungan pesawat Airbus ataupun Boeing 737-300 kali yah... Kalau dalam 1 hari aja semisal Bandung - Solo asumsi ada 3 perjalanan K1, maka 1.872 warga Solo atau pun Bandung terangkut ke Solo. Tapi kalau pesawat bisa >3 perjalanan. Itupun 1 maskapai penerbangan.

Jadi coba hitung aja, apakah di Bandung sendiri warga asli Solo dan sekitarnya ada sejumlah 1.872 jiwa? Yang pasti khan lebih... Kalau dihitung dari H-7 sd H-1 asumsi ada masing2 3 perjalanan K1, K2 dan K3 dalam 1 harinya, maka sepanjang 7 hari jelang Lebaran akan terangkut 39.312 jiwa dg asumsi yg di K2 dan K1 dapat tempat duduk semua. Kalau dihitung sama yg berdiri di koridor (asumsi gak di bordes dan toilet) yah... silahkan hitung aja sendiri... ^,^

Jadi intinya kalau koordinasinya bagus spt dg cara yg aku usulin itu kayaknya perjalanan KA akan lancar, nyaman dan aman sampai tujuan. Enggak desek2an spt sepanjang tahun. Emang kita dan pemerintah bisa ngucap dg gampangnya "Khan Lebaran cuma 1 tahun 1x..." Tapi tengok gimana cara mrk masuk yg gak kebagian masuk KA dlm hal ini K2 dan K3... Perahu bisa oleng ditelan ombak, pesawat terlalu mahal bagi mrk yg ekonomi menengah kebawah dan bus - bus mending ngendarain sepeda motor berempat kalo perlu berlima dg disetiri oleh pelatih sirkus deh...
Sepanjang tahun para pemudik itu jumlahnya selalu > 1juta jiwa bukan? Yang sangat aku sesalkan itu para penumpang K3 yang enggak memiliki K3 dg tujuan awal dari mrk naik. Mereka mau enggak mau mesti naik rangkaian K3 yang singgah dari keberangkatan awal di kota masing - masing. Sebut saja itu KA Tegal Arum di mana para calon penumpang di stasiun Prujakan pada saling berebut masuk meski di dalam K3 Tegal Arum udah penuh sesak. Yg kayak gini ini yg sangat miris. Bahkan di kota2 tujuan awal mrk berangkat pun gak kebagian masuk ke K3 yg tersedia. Dg terpaksa harus berebut masuk ke K3 yg singgah dari kota lain. Salah satunya KA Gayabaru Malam Selatan setibanya di stasiun Solo Jebres. Pasti banyak yg pejubel masuk deh...

Ayo... gimana cara terbaik alternatifnya dari teman2??? Apakah dg pendataan dari para lurah dan camt sekalipun mrk yg menetap di rumah2 bedeng alias semi permanen sekalipun atau enggak ada cara lain spt tiap tahunnya ini terjadi?
Anna Avante : Perancang busana yang udah 15 tahunan menggunakan jasa KA Jakarta - Semarang pp merasa perawatan yg harus diutamakan. Bagaimana toiletnya yang pesing dan penumpang yg bejubel. Dia sendiri saking gak kebagian tiket pernah bahkan sempet sering berdiri di dalam kereta. Intinya naik KA itu harus dengan hati. Hati yang bersih tentu dapat menjaga sarana publik ini terjaga dengan baik dari segala tindakan tercela. Malahan konon dia sengaja batalin naik KA Argo Bromo Anggrek yang naas itu. Dia juga memandang kalau arus Lebaran yang paling parah.
Orang2 di gedung2 wakil rakyat gak pernah gimana ngerasain naik KA yg cuma bbrp kali aja tp sok ngekritik yg tajam. 1000x lebih Anna merasakan naik KA seumur hidupnya. Waw... sampe dihitung sebegitunya yah....
Klo gw sih lbh baik PT. KA hrs bnr2 menjual tiket yg menjadi tujuan akhir kereta jd apabila da pnumpang yg turun di stasiun persinggahan tdk dilayani. dan utk jarak deket hrs perbanyak rangkaiannya baik K1, K2, K3 dan yg jarak jauh jg k3 lbh byk lg. Stasiun kbrangkatan dr jkt jg diatur utk tujuan kotanya. misal utk JNG khusus tujuan jalur selatan yg stasiun senen utk utara.jd kereta yg jalur utara tdk berhenti di JNG.
maksudnya ini gimana to om, jujur ane belum jelas..selama diberlakukannya sistem on-line sy jarang mendapatkan tiket KA untuk arus balik/mudik, tiket jd kayak barang langka. mana udah ikut ngantri, telpon Call center jg tidak membuahkan hasil alias gak dapet. kalaupun dpt itu karena ada temen/tetangga yg ngebatalin tiketnya..sarana dengan calon penumpang jg tidak seimbang om..

mohon pencerahannya, trimss..